Tiba dihari pengumuman beasiswa ke Universitas Munchen Di Jerman.
Maharani Pertiwi, salah satu nama yang tercantum dipapan pengumuman yang
mendapat beasiswa tersebut. Perasaan senang, bahagia, haru sekaligus
sedih menyeimuti hati Maha. Perjuangan dan kerja keras orang tuanya
selama ini terbayar sudah. Secepat kilat Maha mengambil hape didalam
tas nya dan mulai mengetik sms untuk seseorang.
“Za, bisa jemput aku sekarang disekolah ? Ada hal yang mau aku omongin :).”
Message sent to Eza !
Tak lama kemudian hape Maha berbunyi.
1 message received from Eza !
“Oke , tunggu 15 menit."
Maharani Pertiwi, nama seorang gadis kecil dengan semangat juang dan
berjuta harapan dibenaknya. Maha, begitu panggilan akrabnya disekolah
maupun dirumah. Gadis berperawakan tak terlalu tinggi hanya 150cm,
berkulit kuning langsat dengan dua lesung pipit yang semakin menambah
manis wajahnya. Selalu berjilbab kemanapun ia pergi yang semakin
menambah anggun gadis ini.
Maha berjalan gontai menuju
gerbang sekolahnya, suasana tampak masih ramai karena memang sebagian
besar siswa masih menunggu pengumuman beasiswa tersebut. Sepanjang jalan
menuju gerbang, banyak teman-teman Maha yang memberikan seamat padanya.
Maha memang sudah banyak dikenal disekolah, selain aktif dikelas ia
juga aktif di OSIS. Dia juga terpilih menjadi ketua OSIS tahun lalu
ketika ia duduk dibangku kelas 2. Selama perjalanan menuju gerbang
sekolah tak henti-hentinya Maha mengucap rasa syukur, namun disisi lain
ia juga berat meninggalkan Eza, pacar sekaligus salah satu motivator
dalam hidupnya. Setibanya Maha didepan, ternyata Eza sudah menunggu
disana dengan motor Vixion kesayangannya. Eza, laki-laki dengan tinggi
hampir 170cm. Anak dari salah satu pengusaha yang masuk jajaran top 10
orang kaya dikota Surakarta. Mahasiswa Tehnik Pertanian UGM tahun
2008/2009 ini gemar memakai kacamata, selain karena memang matanya yang
minus juga karena biar lebih berkharisma, ujar Eza dulu ketika pertama
kali Maha bertanya alasan memakai kacamata.
Tak mau
menunggu lebih lama, Maha pun segera pergi pulang bersama Eza. Selama
diperjalanan Maha tetap memkirkan Eza, walaupun saat itu Eza sedang
bersama dirinya. Maha yang biasanya terlihat ceria dan senyuman manis
yang tak pernah lepas dari bibirnya mendadak menjadi pendiam. Eza pun
menyadari perubahan dari diri Maha. Setibanya dirumah Maha, Maha
mengajak Eza masuk kerumah untuk membicarakan beasiswanya.
“Duduk dulu Za, mau minum apa ?” tanya Maha kepada Eza.
“Hemm
air putih aja dehh, buruan ya haus nih tadi buru-buru juga waktu jemput
kamu :D.” Jawab Eza sembari mencoba membuat Maha tersenyum.
“Iya-iya, tunggu sebentar.” Jawab Maha sambil berlalu menuju dapur dan meninggalkan Eza diruang tamu.
5 menit berselang, Maha datang dengan membawa 2 gelas air putih untuk Eza dan dirinya.
“Nih Za, maaf ya Cuma air putih.” Tutur Maha
“No
problem hunny :D” Jawab Eza sambil meneguk minuman. “Ohh yya katanya
tadi mau ngomong, sok atuh neng ngomong naon ??” Eza mencoba memulai
percakapan
“Ini Za.” Jawab Maha sambil menyodorkan amplop berisi hasil pengumuman beasiswa ke Jerman.
*hening sejenak*
“Bagus
dong, bukankah ini yang selama ini kamu inginkan ? kenapa kamu malah
terlihat sedih Maha ??” Tutur Eza dengan senyuman khasnya.
Maha tak menjawab, hanya menatap dalam kemata Eza.
“Aku
nggak papa, aku janji aku bakal nungguin kamu Maha. 2 tahun kamu fokus
kuliah di Jerman dan aku fokus study ku disini. Maha, raih impian kamu,
jangan jadikan aku sebagai penghambatmu menggapai asamu, namun jadikan
aku ini (Eza mencoba meraih tangan Maha, menggenggam nya lembut untuk
semakin meyakinkan maha) sebagai batu loncatan mu menuju harapan dan
impianmu selama ini. Ini kesempatan emasm, jangan ragu mengambil
keputusan Maha J. Disini tertulis keberangkatanmu tanggal 10 Februari. ”
Tutur Eza penjang lebar
“Iya Za, makasih atas segalanya. You’re the best for me :). Iyya Za, 2 hari lagi aku udah berangkat.”
“Masih ada waktu untuk kita. Nanti sore aku jemput ya ada yang pengen aku tunjukkin sama kamu.”
“Kita mau kemana Za ??” tanya Maha penasaran
“Nanti juga bakal tau.” Jawab Eza yang sengaja ingin membuat Maha penasaran
“Nggak
berubah-berubah ya kamu, tetep aja jail padahal baru saja hatiku tenang
ehh sekarang udah dibuat penasaran lagi.” Celetuk Maha yang agak kesal
dengan tingkah Eza yang satu ini
“Sudahlah, nanti juga tau. Yaudah
aku pulang dulu, masih ada job kuliah dirumah. Kamu istirahat dulu
saja, persiapkan dirimu untuk nanti sore.” Ujar Eza sembari bersiap-siap
untuk pulang
“Iya, kamu hati-hati dijalan Za.”
“Okedehh, sampai ketemu nanti sore.”
Tak butuh waktu lama. Eza pun sudah pergi menjauh dari rumah Maha. Maha
pun segera beranjak menuju istana kesayangannya dan mulai meraih Buku
Diary diatas meja belajarnya. Pena nya pun mulai menari-nari diatas
kertas kecil itu. Meluapkan segala yang Maha rasakan kedalam tulisan
nya, menceritakan sedetail apa kejadian hari itu. Butuh waktu cukup lama
untuk menyelesaikan tulisannya, hampir setengah jam ia mencorat-coret
dan akhirnya Finish juga. Kini Maha mulai menerka-nerka tempat apa yang
akan Eza tunjukkan untuknya nanti sore.
*kring kring
kring kring* Lamunan Maha buyar ketika sahabat karibnya menelfon.
Namanya Riyan, dia sahabat Maha sejak kecil, mereka selalu bersekolah
ditempat yang sama. Hingga suatu saat ayah Riyan harus pindah tugas di
Kediri Jawa Timur dan mau tidak mau Riyan juga ikut ayahnya, walapu
terpisah jarak, ruang dan waktu mereka tetap menyempatkan waktu untuk
memberi kabar setiap harinya. Bahkan tagihan pulsa dirumah Riyan
terkadang membengkak gara-gara kelamaan menelfon Maha.
Dalam percakapan telefon dengan Riyan Maha menceritakan mengenai
beasiswanya study ke Jerman, seperti halnya Eza, Riyan mendukung 100%.
Rencananya Riyan juga akan pergi ke Surakarta besok, sekalian liburan
ujar Riyan. Dengan senang hati Maha menyambut kabar baik dari Riyan.
Telfon pun terputus karena Riyan harus membantu mengurus keponakan
barunya. Anak dari kakak perempuannya yang menikah tahun lalu, namun
sayang Maha tak bisa hadir dalam pernikahan kakak sahabatnya itu karena
pada waktu yang bersamaan ia tengah ikut Olimpiade Matematika tingkat
nasional.
Siang berganti menjadi sore yang cerah. Maha
yang dari 1 jam yang lalu telah bersiap-siap, kini Eza pun sudah datang
dengan gaya nya yang khas. Selama perjalanan dihiasi canda dan tawa
dari keduanya. Setelah satu jam perjalanan akhirnya sampai juga disebuah
bukit, bukit yang jauh dari keramaian kota dan sepertinya belum banyak
yang tau mengenai keberadaan bukit tersebut. Diatas bukit telah tersedia
kursi dan meja sederhana dengan lilin kecil ditengah meja. Maha pun
turun dari motor, ia lebih memilih duduk diantara rerumputan daripada
duduk diatas kursi yang telah Eza siapkan khusus untuknya.
“Maha, gimana tempatnya bagus nggak ??” Tanya Eza dengan wajah yang berbinar
“Bagus banget Za.” Jawab Maha yang tetap fokus dengan pemandangan disekitar bukit
“Kalo
sudah malam akan lebih indah Maha. Bintang-bintang akan terlihat sangat
dekat dengan kita, sinar bulan juga seakan menyinari kita secara
langsung.”
Maha masih tetap memandangi pemandangan sekitar, hanya anggukan kecil menanggapi pernyataan Eza barusan.
“Maha,
kalo seandainya aku pergi jauuuuhhhhhh keatas sana, apa yang kamu
lakuin pertama kali ??” Tanya Eza kepada Maha yang langsung menarik
perhatian Maha
“Yo yang pasti aku mau kamu ambilin satu bintang
untukku, bintang yang selalu bersinar untukku setiap hari :D, menyinari
hari-hariku ketika aku merasa kegelapan, menyinari hari-hariku ketika
lampu sedang padam :D. Aneh-aneh aja pertanyaan mu Za, udah ahh
langitnya indah tuhh jangan ngeganggu aku dulu.” Jawab Maha dengan nada
centil
Eza hanya menanggapinya dengan senyuman manis.
2 Jam berlalu begitu cepat.
“Maha,
masih betah yya berlama-lama disini ?? sudah malam nih, pulang yuk
nggak baik juga udara malam untuk kesehatanmu.” Ajak Eza
“Tapi Za, aku masih pengen disini.” Jawab Maha dengan nada merengek
“Kapan-kapan kesini lagi, ini sudah malam nanti kamu dicariin sama orang tuamu.”
“Iya deh iya, ayo pulang.”
Keesokan
harinya Eza harus kembali kuliah di Jogja, ia berangkat pagi-pagi
sekali. Sebelum berangkat ia sempatkan mengetik sms untuk Maha.
Maha,
aku ada jadwal kuliah hari ini. Nanti aku akan segera pulang jika sudah
selesai, nanti malam tunggu aku dirumah. Kita jalan J
Always Loving You Maha :D
1 Message received from Maha.
Oke Za, aku tunggu ya :) Hati-hati dijalan.
Seharian
Maha telah menyiapkan barang-barang yang akan ia Jerman. Tak terlalu
banyak, kopernya pun masih banyak tersisa ruang longgar. Detik berganti
menjadi menit, menitpun berubah menjadi jam. Waktu telah menunjukkan
pukul 19.00 namun Eza tak kunjung memberi kabar hal ini membuat Maha
semakin khawatir akan keselamatan Eza. Perasaannya pun mendadak menjadi
tidak enak. Puluhan menit ia hanya ondar mandir didepan rumah menunggu
kabar dari Eza. Tak lama kemudian hape Maha berbunyi.
“Maha, ini
tante ririn. Maha, Eza, Eza sekarang dirumah sakit. Dia kecelakaan
sewaktu pulang dari jogja, dia buru-buru untuk segera pulang. Motor yang
ia kendarai menabrak truk sekarang Eza sedang kritis. Dia dirawat di RS
Dr. Oen Solo.”
Maha hanya diam menahan tangis dan air matanya.
“Maha, kamu masih disitu. Maha, kamu masih disitu kan ??” ucap tante ririn dengan suara yang semakin parau dan penuh duka
Hape Maha terjatuh dan terlempar entah kemana.
Maha
pun tak bisa berkata-kata, hatinya hancur, badannya bergetar hebat, air
matanya tak terbendung lagi, rasanya ia tak kuat untuk berdiri,
kepalanya seakan dihantam puluhan kali, berat rasanya, semakin lama
semakin berat dan tiba-tiba berubah menjadi gelap.
Eza,
kenapa kamu tampak pucat ?? Tak seperti biasanya ?? apa kamu sakit ??
beberapa pertanyaan Maha ajukan untuk Eza, namun Eza tetap diam hanya
tersenyum kecil.
Belum sempat Maha mendekati Eza, tiba-tiba kabut
putih menyelimuti dan Eza hilang entah kemana. Berkali-kali Maha mencari
Eza kesana kemari namun hasilnya Nihil, dia hanya menemui tempat yang
kosong tanpa penghuni disekitarnya.
Suasana
disekitar tampak ramai, banyak keluarga yang berkumpul. Terdengar pula
suara Riyan yang tampaknya baru datang dari kediri.
“Kamu sudah sadar nduk ??” tanya ibu kepada Maha
“Ada
apa ini bu kok banyak sekali orang ?? “Kenapa Pak Adit sudah ada disini
pagi-pagi begini ??” Maha berbalik bertanya dengan pertanyaan
bertubi-tubi
“Maha, keberangkatan mu ke Jerman ditunda sampai
nanti sore jam 14.00 WIB, bapak sudah konsultasi dengan Pak Kepsek dan
beliau mengijinkan khusus untuk kamu. Kamu yang sabar yya, jalan hidupmu
masih panjang, jangan menyerah sampai disini, buat Eza bangga walaupun
dia tak bisa melihatmu lagi.” Ujar Pak Adit panjang lebar .
Seluruh
orang yang ada di ruangan seakan sedang lomba paduan suara, suara
tangisan mereka pecah menjadi satu. Otak Maha seakan berhenti berfikir,
Maha terus memegangi kepalanya yang bertambah berat lagi mendengar hal
itu. Apa maksud dari semua ini ?? Seingat Maha, semalem tante Ririn
menelponnya bahwa Eza sedang kritis, terus Pak Adit tadi bilang ....
Tidakk !!!!! Hati Maha seakan ingin menjerit sekencang-kencangnya.
”Eza
nggak mungkin pergi, Eza harus ngeliat aku Lulus dari Universitas
Munchen, Eza belum pergi. Bu, antar aku bertemu Eza sekarang bu ayo bu,
Maha pengen ketemu Eza sekarang.” Rengek Maha kepada Ibunya
“Nduk,
kamu yang tabah yyo. Eza sudah dimakankan langsung tadi malam, karena
kondisinya yang tidak memungkinkan untuk menunggu sampai hari ini, itu
pesan dari dokter.” Jawab Ibu Maha dengan nada sedikit melemah
“Sekarang kamu tenang dulu, nanti aku antar kamu kemakam Eza.” ujar Riyan yang mencoba menenangkan hati Maha
Maha pun hanya bisa mengangguk kecil, mengingat keadaan tubuhnya juga belum stabil.
Rasanya sulit bagi Maha menerima kenyataan pahit ini, sosok yang selama
hampir 2 tahun bersamanya, sosok motivator dalam hidupnya kini telah
pergi utnuk selamanya disaat hari bahagia Maha. Ditambah lagi dengan
Maha tak bisa mengantarkan Eza menuju peristirahatan terakhirnya. Semua
ini menambah hati Maha semakin menjerit kesakitan.
Satu persatu keluarga Maha yang dari tadi pagi berkumpul dirumah Maha
kini sudah mulai pulang kerumah masing-masing dan melaksanakan rutinitas
seperti biasa walapun belum sepenuhnya. Maha yang sedari tadi terus
memandangi berbagai barang yang pernah Eza beri untuk Maha. Teddy bear
coklat yang super duper jumbosebagai hadiah ulang tahun Maha yang ke 17,
Kalung bertuliskan MahaEza sebagai hadiah
satu tahunan hubungan mereka tepat ditanggal 31 Januari, sepatu basket
dengan warna abu-abu elegan yang indah sebagai pengganti rasa kecewa
Maha ketika tidak diterima masuk Clup Basket disekolahnya krena alasan
tinggi badan Maha yang kurang mumpuni, Jilbab berwarna hijau muda sesuai
dengan warna kesukaan Maha sebagai hadiah karena Maha mendapat Prestasi
yang bagus, Buku Ust Yusuf Mansyur The Miracle of Giving yang
pada saat itu menjadi best seller ditoko-toko buku dan yang terakhir
adalah Buku Diary dengan warna hijau muda motif batik kesukaan Maha.
Hmmm barang-barang ini meninggalkan kenangan tersendiri saat-saat
bersama Eza *batin Maha dalam Hati..
“Maha, kamu sudah agak baikan, gimana kalo kita pergi kemakam sekarang ??” Ajak Riyan kepada Maha
“Iya Yan, tapi aku ganti baju dulu.”
10
menit berlalu, Maha pun sudah keluar kamar dengan wajah sedikit membaik
daripada tadi. Baju hitam, celana jeans dan kerudung hitam menghiasi
badan Maha.
Maha pergi kemakam Eza bersama Riyan, 30 menit
perjalanan dari rumah Maha menuju TPU dimana Eza dimakamkan, langkah
kaki Maha semakin lama semakin terasa berat, air mata yang sejak dari
tadi ia tahan kini banjir sudah. Tak kuat rasanya Maha melihat orang
yang ia sayangi selama ini telah tertimbun tanah berhiaskan bunga diatas
nya, rasanya seperti mimpi bagi Maha. Maha mulai menaburkan bunga
diatas peristirahatan terakhir Eza. Mata Maha tetap tertuju pada Batu
Nisan Eza Rahardiyanto. Riyan yang sedari tadi memperhatikan Maha, mulai
berkaca-kaca ia tau betapa terpukulnya sahabat karibnya ini. Tak tega
rasanya ia melihat Maha menangis seperti itu.
Waktu terus
berjalan, 1 jam sudah Maha duduk termenung memandang nisan Eza, hari
sudah mulai siang, Riyan mengajak Maha untuk segera pulang dan
mempresiapkan keberangkatannya ke Jerman. Hanya dengan anggukan kecil
Maha menanggapinya.
Perjalanan pulang terasa lebih cepat daripada
waktu berangkat, entah itu hanya perasaan Maha atau bukan. Terlihat
Mobil dari orang tua Eza Tante (Ririn dan Om Andra) terparkir dihalaman
depan rumah Maha. Tante Ririn dan Om Andra masih tampak sedih, terlihat
dari raut wajah tante Ririn yang biasanya selalu segar dan murah senyum,
kini tampak berkerut dan tak ada senyum manis dibibirnya.
“Ayo
nduk duduk dulu, Riyan juga silahkan duduk. Tante Ririn sama Om Andra
sudah nungguin kamu dari tadi.” Sambut ibu ketika Maha dan Riyan masuk
rumah
“Ada apa Om Tante ??” ucap Maha kenapa Tante Ririn dan Om Andra
“Hmm
begini Maha, kedatangan Om sama Tante kesini mau memberikan ini (sebuah
amplop yang Tante Ririn ambil dari tasnya, amplop kecil yang dihiasi
pita berwarna hijau muda kesukaan Maha).”
“Ini apa tante ??” tanya Maha
Itu surat titipan dari Eza buat kamu Maha.” Jawab Tante Ririn
Air mata Maha kemabli mengucur deras membasahi pipinya, bayang wajah
teduh Eza seakan terpampang nyata dalam amplop surat itu. Perlahan Maha
membuka isi amplop itu dan mendapayi secarik kertas.
Dear Maha,
Sayang, aku yakin ketika kamu membaca surat ini, kamu pasti sudah
mendapatiku terbaring kaku tertimbun tanah. Tapi Maha, aku disini
bahagia. Terimakasih selama hampir 2 tahun telah membuat hidupku semakin
berwarna, Terimakasih atas Cinta tulus ini, Aku tau kamu mencintaiku
bukan karena harta, begitu pula dengan aku yang mencintaimu tak
memandang harta.
Maha, sekarang adalah hari
terakhirmu di Indonesia. Ayo Maha, kejar Impianmu itu, kejar
cita-citamu, aku slalu ada disini, dihatimu. Maha, Eza pesen belajar
yang giat di Jerman, jangan minder dengan tinggi badanmu ataupun
menangis semaleman gara-gara nggak boleh masuk clup basket.. malu ihh
udah dewasa Maha :D.
Maha, Eza mohon jangan
tutupi manis senyum dibibirmu dengan air mata. Kepergianku adalah takdir
dari sang maha pencipta. Yakinlah Maha, setelah aku nanti akan hadir
sosok malaikat yang akan menjadi pelindung untukmu.
Maha, Eza juga minta maaf selama ini Eza belum bisa menjadi yang
terbaik untuk Maha. Tapi percayalah, Maha udah menjadi yang terbaik
untuk Eza sampai kapanpun :).
Always Loving You Maha
Salam Sayang,
Eza Rahardiyanto
Kata demi kata dalam surat yang
ditulis Eza, Maha cermati dan ia pahami. Eza, You’re the best for me,
guman Maha dalam hatinya. Setelah selesai membaca, Maha kembali
menyimpan surat itu dalam amplop. Tante Ririn dan Om Andra yang sedari
tadi memperhatikan Maha, kini mulai berlinangan air mata. Mereka juga
merasa kehilangan, sama seperti yang Maha rasakan.
“Maha, kamu nanti siang berangkat ke Jerman kan ??” Tanya Tante Ririn kepada Maha
“Iya Tan, nanti siang sekitar jam 2. Kenapa tante ??” Maha balik bertanya
“Om sama Tante nanti mau ikut ngenterin kamu, boleh kan ?? Oh ya ngomong-ngomong Maha berapa tahun disana ??”
“Iya tan boleh kok. Maha disana 2 tahun tan, setelah selesai Maha akan cepat balik ke Indo”
“Oh
ya.. good Luck yya Maha, Om sama Tante disini Cuma bisa berdoa yang
terbaik buat kamu, kalo Maha butuh apa-apa jangan sungkan-sungkan untuk
minta bantuan sama Om dan Tante :)” Ujar Tante Ririn
“Iya tan, terimakasih.”
“Yasudah, Om dan Tante pulang dulu, nanti kami akan kembali kesini untuk mengantar kamu kebandara.”
“Iya Om, Tan.. hati-hati.”
Setelah Om Andra dan Tante Ririn pulang, Maha mulai prepare untuk
keberangkatannya. Pak Adit sedari tadi sudah menelfon berkali-kali untuk
prepare satu jam sebelum keberangkatan. Pakaian, beberapa buku, sepatu,
dan buku diary sudah Maha masukkan kedalam kopernya, termasuk surat
terakhir dari Eza.
Dan waktu sudah menunjukkan Pukul
14.00 WIB. Ayah, ibu, Om Andra, Tante Ririn, Pak Adit, Riyan, Pak Kepsek
dan beberapa teman Maha ikut mengantarnya kebandara. Hati Maha berdegup
gencang, sebentar lagi ia akan meninggalkan keluarganya, sahabatnya,
teman-temannya, pergi meninggalakan tanah kelahirannya. Tapi Maha tetap
yakin ini adalah jalan yang Tuhan pilihkan untuk Maha.
Intruksi untuk segera memasuki pesawat sudah terdengar beberapa kali,
namun Maha masih belum bisa meninggalkan keluarganya. Hingga terdengar
intruksi yang terakhir, Maha baru memasuki pesawat dengan langkah
perlahan.
Setelah perjalanan beberapa jam,
akhirnya Maha sampai dikota Munchin, Jerman. Letak kota Universitas
dimana ia akan belajar, Universitas Munchen. Hari demi hari Maha lalui
dengan santai namun tetap serius dengan study nya. Hari berganti menjadi
minngu, minggu pun berubah menjadi bulan, bulan berlalu menjadi tahun.
Hingga tiba hari dimana pengumuman kelulusan. Maharani Pertiwi lulus
dengan nilai terbaik dan predikat siswa paling aktif di kampus.
Pulang dari acara wisuda, Maha tampak lelah namun ia tak lupa memberi
kabar ayah dan ibunya di Indonesia. Maha mengambil telephone genggam
disaku celananya dan muai menelfon Maulana Aris, adik Maha. Maha tak
berkata banyak, ia hanya menitip pesan untuk ayah dan ibunya tentang
kelulusannya dan kepulangan Maha ke Indonesia 3 hari lagi.
Setelah menelfon Maulan, Maha mulai mengetik sms untuk Riyan.
“Yan, tadi pengumuman kelulusan, dan aku dinyatakan lulus dengan nilai terbaik. 3 hari lagi aku pulang ke Indo.”
“Wah....
selamat ya Maha. Oh iya, nanti malam aku telfon, sekarang aku lagi
dikampus nggak bisa lama-lama sms an sama kamu. Mahal juga kalo sms
banyak-banyak hehe.. see you soon :D ”
Maha tertawa ringan membaca sms Riyan. Riyan memang anaknya kocak tapi
dalam hal intelligence, dia diatas rata-rata. Setelah dia lulus SMP, dia
pindah ke kediri dan mendaftar di SMA N1 Ngadiluwih, salah satu SMA
favorit dikediri. Karena berkemampuan diatas rata-rata, Riyan masuk
menjadi salah satu siswa akslerasi, ia hanya 2 tahun menempuh jenjang
sekolah SMA. Hmm Riyan juga sering ikut lomba Fisika antar Kabupaten dan
Provinsi dan hasilnya juga dia selalu masuk menjadi Top 3. Hmmm membawa
nama baik sekolahan. Riyan telah lulus dari Institut Teknologi Bandung
dan kini ia menjadi asistan dosen di UGM.
Matahari
mulai berlalu, berganti dengan indahnya sinar rembulan. Maha duduk
termenung memandangi langit. Hmm indah gumannya dalam hati.
*kring kring kring* suara telfon dikamar Maha. Hmm pasti Riyan pikirnya. Segera ia beranjak dari tempat duduknya.
“Ya hallo.”
“Maha ini Riyan.’ Suara Riyan diseberang sana tampak menggebu-gebu
“Semangat amat yan. Ada apa ??” tanya Maha
“Hemm
ayahku pindah tugas lagi nih ke Purwokerto. 2 Hari lagi rencananya
sudah akan di Purwokerto. Oh yya, aku mau ngenalin kamu sama temen
dumayku, namanya Luky Mahardi.”
“Temen dumay ?? kenal dimana ??” tanya Maha
“Aduh neng, namanya juga temen dumay, ya krnalnya didumay lahh.. haha
Kenal
di jejaring sosial facebook Maha. Dia orangnya baik, rajin, dari
golongan anak berada, pinter dan hemm lumayan cakep sihh tapi lebih
cakepan aku.. haha”
“Dasar elu, dari dulu kagak berubah. Iya nanti gampang kalo aku udah sampai di Indo.” Jawab Maha
“Oh
iya lupa, dia rumahnya Purwokerto. Rumah dinas ayahku deket sama
rumahnya, jadi nanti kita bisa seru-seruan bareng gitu kalo lagi ada
waktu luang. Hehe” tambah Riyan
“Iya-iya bawel.. nanti kalo pulang bisa jemput aku kan yan ??” Maha balik bertanya
“Iya
pasti aku jemput, sekalian nanti aku bawa si Luky kehadapanmu haha. Ehh
udahan yo, nanti tagihan telepon melunjak tinggi kena omelan nyokap
hehe.. don’t miss me Maha byeee”
*Tut Tut Tut* belum sempat Maha mengiyakan perkataan Riyan, Riyan sudah menutup telfonnya.
2 Hari berlalu begitu cepat, tiba waktunya bagi Maha untuk pulang,
kembali ke tanah air tercinta. Melepas kerinduan kepada keluarga dan
kerabatnya. Setelah dirasa semua sudah siap, Maha berangkat ke Bandara
Munich MUC, hanya 0,1 km dari kota Munchin. Beberapa teman Maha ikut
mengantarkan Maha, beberapa guru Maha juga tampak ikut mengantarkan
Maha.
Dalam perjalanan, Maha habiskan waktu untuk membaca buku karya Ustad Yusuf Mansyur Mencari Tuhan yang Hilang. Buku hadiah dari salah seorang Guru Maha dijerman yang ternyata Rektor di ITB. Lembar per lembar halaman buku itu Maha cermati. Banyak motivasi dan
juga inspirasi. Betapa penting Tuhan dalam kehipuan kita, Dia dapat
melakukan apa yang belum pernah terlintas dalam pikiran kita. Dan Maha
amat sangat bersyukur, karena Tuhan lah ia sekarang telah lulus kuliah.
Sekarang Eza pati sedang berada di surga-Nya. Mendadak Maha berhenti
membaca dan mulai menutup bukunya, sejenak terbersit bayangan Eza
Rahardiyanto. Maha tak ingin kembali terlarut dalam kenangan akan Eza,
ia pun memutuskan untuk tidur dalam sisa perjalanannya.
Maha terbangun setelah mendengar intruksi dari salah seorang Pramugari
bahwa pesawat akan mendarat 10 menit lagi. Maha mulai mengumpulakan
kembali tenaganya setelah tidur berjam-jam dalam pesawat. Keluar dari pesawat, sudah tampak sosok Riyan yang menunggu disana.
Riyan masih belum mengalami perubahan yang signifikan, hanya saja kini
ia mulai berpenampilan lebih dewasa dari sebelum-sebelumnya. Dan
laki-laki yang ada disamping Riyan itu. Sosok laki-laki dengan tinggi
kira-kira 170cm memakai baju kotak-kotak warna hitam putih, celana
jeans, sepatu warna coklat dan kacamata, hmm mirip sekali dengan Eza
guman Maha dalam hati. Namun ia segera menepis prasangka itu jauh-jauh
dari hatinya.
“Hai Maha. Udah satu jam lebih nungguin kamu. Capek
tauk.” Keluh Riyan dengan mimik muka sok sedih. “Oh iya Maha, kenalkan
ini Luky biasa dipanggil Uky. Dan Uky ini Maharani biasa dipanggil Maha.
Uky dan Maha pun mulai berjabat tangan
“Maha, Uky ini Mahasiswa
jurusan Tehnik Pertanian di UGM, sekarang dia sudah semester 7, sebentar
lagi skripsi.” Terang Riyan panjang lebar
Deg, tiba-tiba
jantung Maha seperti berhenti berdetak. Mahasiswa Tehnik Pertanian,
Gayanya, caranya menatap kedalam mata Maha, sama persis dengan Eza. ya
Tuhan inikah bintang yang Engkau kirimkan untukku. Guman Maha dalam hati.
“Ehh kok malah bengong sih Maha ?? Ehh Ky, ngomong apa gitu kek, jangan diem aja.” Ucap Riyan sembari menyikut lengan Uky
“Gimana kalo kita langsung pulang aja, keburu gelap nih.” Ajak Uky
“Yaudah ayo deh.” Jawab Maha
Setelah mengantar Maha pulang, Riyan dan Uky segera pamit dengan Pakde
Ahmad dan Bude Rini (begitu panggilan akrap Riyan kepada ayah dan ibu
Maha). Riyan juga bilang kepada Maha bahwa ia harus segera kembali ke
Jogja karena ada job yang harus ia selesaikan malam ini juga. Ternyata
Riyan dan Uky tengah membuat surat pengajuan, agar Maha dapat mengajar
di UGM, dan hasilnya pun cukup membuat Riyan dan Uky tersenyum puas.
Surat yang mereka ajukan diterima, dan Maha sudah bisa mulai mengajar
lusa nanti.
Segera Riyan memberi kabar kepada Maha,
betapa terkejutnya Maha mendengar hal itu. Maha tak pernah menyangka
sahabatnya itu akan berbuat sedemikian rupa, kini salah satu impian Maha
kembali tercapai. Menjadi Dosen di UGM, Universitas terbaik di
Indonesia. Tak mau mengulur-ngulur waktu, Maha pun segera memepersiapkan
keberangkatannya esok pagi.
*Tin Tin Tin* terdengar suara klakson mobil dihalaman rumah Maha, itu pasti Riyan pikit Maha.
“Pagi Bude Rini. Mahanya apa sudah siap bude ??” Tanya Riyan
“Oh sudah le, sebentar bude panggilkan dulu. Ayo mari duduk dulu.” Sambut Bude Rini
Ibu Rini berjalan menuju kamar Maha.
“Nduk, sudah ditunggu nak Riyan diluar. Jangan lama-lama yo.” Perintah Bu Rini
“Iya Bu, sebentar lagi Maha keluar.” Sahut Maha
5 Menit berlalu, Maha sudah keluar membawa koper berisi pakaian dan perlengkapan hidupnya.
“Bu, Maha pamit dulu. Do’akan Maha ya Bu.” Pinta Maha
“Iya nduk, tanpa kamu minta pun Ibu selalu berdo’a yang terbaik untukmu.” Jawab Bu Rini
“Bude,
saya pamot dulu. Tenang Bude, Maha aman kok sama saya. Hehe salam juga
untuk Pakde Ahmad ya Bude.” Ujar Riyan kepada Bu Rini
“Iyo Le, Bude titip Maha ya. Kalo dia bandel jewer saja kupingnya.hehe ” Bu Rini tertawa ringan
Riyan dan Maha mulai menuju ke Jogja.
“Uky kok tidak ikut Yan ??” Tanya Maha memulai percakapan didalam mobil
“Dia lagi ada makul hari ini, jadi nggak bisa ikut. Kenape neng ?? kangen nih ceritanya ??” Ledek Riyan
“Idih enak aja, orang baru kenal kemarin udah maen kangen-kangenan aja.” Bantah Maha
“Iya-iya, kenapa tuh muka jadi merah gitu neng ?? haha ketahuan dehh mulai ada rasa.” Lagi-lagi Riyan meledek Maha
“Ihh apaan sih Yan kamu ini ada-ada aja.” Jawa Maha Bete
“Haha
iya deh maaf, udah ahh nggak usah cemberut gitu. Jelek tauk :p.. ehh
tapi kasihan lho si Uky, sebulan yang lalu ia ditinggal kawin sama
pacarnya.”
“Lhoh kok bisa ??” Tanya Maha dengan nada heran
“Iya,
si Uky mah kelamaan buat nglamar tuh cewek. Mereka udah pacaran 1,5
tahun, orang tua si cewek pengen cepet-cepet nimang cucu tapi si Uky mau
nyelesein kuliahnya dulu. Yah jadi gitu dehh, seminggu setelah itu, si
cewek udah menikah sama Pengusaha Rotan terkenal di Purwokerto.” Jelas
Riyan panjang lebar
“Ohh gitu.. kok ada ya jaman sekarang orang kayak gitu.” Ucap Maha
“Ya mana ku tau, tuh buktinya ada. Haha”
“Oh iya, si Uky pake kacamat itu buat fantasi atau memang matanya bermasalah ??” Tanya Maha
“Mata
dia minus, yang kiri Minus 1,25 yang kanan minus 1,75. Maklumlah dia
kan anak rajin sama rajinnya kayak aku. Hahah” Tutur Riyan
“Aihh .. kok bisa beda gitu minus nya ??” Hmm mungkin ini salah satu keajaiban Tuhan, pikir Maha ngasal.
“Yah, mana aku tau. Emang aku emaknya. Hahah “ Riyan kembali tertawa ringan
“Ihh elu Yan....” Maha mulai kesal dan memilih untuk diam dan tak bertanya lagi
2 jam perjalanan dari Surakarta menuju Jogja berjalan lancar tanpa
hambatan. Kini Riyan dan Maha sudah sampai disebuah Rumah peninggalan
Nenek Uky, daripada harus menyewa kos-kos an Uky dan Riyan memilih untuk
merawat Rumah itu yang ditinggal pergi nenek Uky 3 bulan yang lalu.
Riyan mengajak Maha masuk kerumah,terlihat Uky baru saja pulang kuliah
dan langsung berkutat dengan leptop kesayangannya, maklumlah dia
sebentar lagi skripsi.
“Hay Maha, maaf ya aku tidak bisa ikut menjemputmu, hari ini ada makul.” Lontar Uky dengan nada agak kecewa
“Iya gpp Ky, lagian si Riyan juga bisa nyetir sendiri.” Jawab Maha
‘Iya deh. Oh iya maaf juga belum sempet membuatkan makanan, baru pulang kuliah nihh.. hehe” Uky tertawa kecil
“Biar aku saja yang masak Ky, kamu lanjut dengan skripsimu saja.” Ujar Maha
Uky hanya membalas dengan senyuman kecil dan mulai fokus lagi dengan leptopnya.
Hari demi hari Maha lalui diJogja dengan Riyan dan Uky. Uky, seorang
pendatang baru dalam hidup Maha yang mulai menarik perhatian Maha, mulai
menyita ruang hati Maha, Menyita sebagian waktu otak Maha untuk
memikirkan Uky. Sudah hampir satu tahun Maha mengenal Uky. Maha yang
dulu mengira Uky adalah jelmaan dari Eza, kini mulai menepis rasa itu.
Ia sadar, selama ini mungkin Maha hanya rindu akan sosok seperti Eza dan
kedatangan.
Hari ini Uky wisuda, Mahasiswa Tehnik
Pertanian ini Lulus dengan IP yang hampir sempurna, 3,9. Maha dan Riyan
melompat kegirangan mendengar hal itu.
Setelah selesai
diwisuda, Uky pamit pulang ke Purwokerto. Ada rasa sedih dihati Maha,
namun Maha segera menepis rasa tersebut, ia takut ia akan banyak
berharap kepada Uky. Ia sadar saat ini ia tak berhak untuk menahan Uky
tetap berada di Jogja.
“Yan, aku pulang dulu ke Purwokerto. Kalo urusanku sudah selesai pasti aku akan segera balik kesini.” Ucap Uky kepada Riyan
“Jangan lama-lama bro, nanti nggak ada yang aku ajak begadang nonton pertandingan sepakbola.” Celetuk Riyan iseng
“Pasti Yan. Maha, aku pamit pulang dulu yaa, jangan kangen sama aku.” Ucap Uky dengan nada meledek
“Yee, pede amat lu kang :p. Udah berangkat sana, nanti ketinggalan kereta lho.” Ujar Maha mencoba menyembunyikan rasa kecewanya
“Iya-iya, pamit dulu ya. Jaga rumah baik-baik, jangan bertengkar. Hahah “ Ucap Uky sambil berlalu keluar Rumah
Dalam perjalanan pulang, pikiran Uky tetap tertuju pada Maha. Sosok
gadis yang selalu hadir dalam mimpinya, ia sudah sedari dulu menyimpan
rasa untuk Maha namun tak berani untuk mengungkapkannya karena takut
cintanya akan ditolak Maha. Banyak mahasiswi yang tertarik pada Uky,
namun tak satupun yang mampu menggetarkan hati Uky kecuali Maha.
Terkadang ketika bercakap-cakap dengan Maha, Uky melihat ada rasa Cinta
dimata Maha untuk Uky, tapi Uky masih ragu-ragu mengambil keputusan.
Memikirkan Maha rasanya baru 2 menit ternyata kereta sudah membawa Uky
kestasiun, hmm sudah sampai ternyata guman Uky dalam hati.
Uky pulang membawa hasil yang cukup memuaskan untuk orang tuanya.
Sesampainya dirumah, Uky menceritakan semua kejadian dan perasaannya
selama ini terhadap Maha. Uky berniat melamar Maha setelah ia kembali ke
Jogja nanti. Orang tua Uky tampaknya tak keberatan mendengar rencana
Uky, Mereka yakin akan Pilihan anak bungsunya itu. Bang Obin, begitu
panggilan untuk kakak tertua Uky, nampaknya juga setuju dengan rencana
Uky, Mbak Rahma, kakak perempuan Uky yang sedaritadi sibuk mengurus anak
keduanya juga nampak sangat bahaga mendengar rencana adik satu-satunya
itu.
Restu keluarga sudah ditangan, kini tinggal
berbicara dengan Maha. Pikir Uky dalam hati. Uky meraih telfon
genggamnya yang berada diatas kasur, dan mulai mengetik sms untuk Maha.
“Maha, besok aku sudah kembali ke Jogja. Ada hal yang pengen aku omongin sama kamu, luangin waktu sebentar ya buat aku.”
”Wegaaahhhhhhh.... hehe just kidd.. satu jam 100 ribu yyo :D.”
“Iyo wes gampang sesok :D.”
Hari
ini Uky berangkat lagi ke Jogja, dengan hati yang lebih dari rasa
bahagia. Perjalanan kereta nampak sangat cepat dari biasanya. Kini Uky
sudah sampai dirumah, tampak Maha sedang duduk didepan televisi dan
tengah asyik membaca buku dengan baju hijau muda, jilbab segiempat yang
semakin membuatnya terlihat manis dimata Uky.
“Serius amat neng.” Tegur Uky kepada Maha
“Ehh Uky, kapan dateng ??” kok ga pake salam sih ??” Tanya Maha kaget dengan kehadiran Uky secara tiba-tiba
“Situnya serius membaca, nggak enak kalo mau ganggu. Hehe.. pergi sekarang yuk.nanti keburu sore kalo kelamaan.” Pinta Uky
“Memang kita mau pergi kemana Ky ?? Tumben ngajakin pergi.” Tanya Maha heran
“Wess rasah bawel.. ayo mangkat.. motornya Riyan ada di Garasi kan ??” Tanya Uky
“Iya ada, dia sekarang masih tidur. Kecapekan mungkin semalem begadang sampe pagi nyelesein tugas.” Jelas Maha kepada Uky
“Iya deh biarin aja dia tidur, yuk berangkat.” Ajak Uky
Uky dan Maha langsung menuju Garasi dan mulai menembus keramaian kota
Jogja sore itu. Motor Uky berhenti disalah satu toko perhiasan.
“Kita mau beli perhiasan ky ??” Tanya Maha
“Iya, yuk buruan nanti kamu yang pilihin yo.” Jawab Uky
“Pilih apa ?? Aku nggak pandai dalam memilih perhiasan Ky.” Keluh Maha
“Udah ayo buruan masuk, nanti aku kasih tau.” Uky mencoba meyakinkan
Maha hanya mengangguk kecil.
“Sekarang kamu pilih cincn yang menurut kamu bagus.” Pinta Uky
‘Cincin ?? Buat siapa Ky ?? Kan selera orang itu beda-beda Ky.” Keluh Maha LAGI
“Hmm makanya aku ajak kamu, aku yakin pilihan kamu itu bagus. Udah buruan pilih yang mana yang kamu suka.”
“Buat siapa Ky ??” Tanya Maha dengan suara agak lemah, binar matanya pun tampak sedikit redup.
‘Udah
ahh bawel, buruan pilih yang menurut kamu bagus. Nanti aku tlaktir
makan Mie Ayam kesukaan kamu dan Riyan nanti malam tapi.” Uky mencoba
merayu
Maha mulai memilih-milih cincin, hatinya berdegup
kencang, cincin untuk siapa ini ?? apakah calon istrinya ?? Ahh tidak,
siapa tau hanya untuk temannya. Maha mencoba berfikir positif
Setelah melihat-lihat cukup lama. Akhirnya pilihan Maha jatuh pada
Cincin Emas dengan motif sederhana, terdapat batu permata berwarna hijau
ditengah cincin tersebut.
“Mau ukuran yang berapa mas ??” Tanya penjaga toko kepada Uky
“Maha, mana tanganmu.” Pinta Uky kepada Maha
“Hmmmm sesuai ukuran jari manis ini mbk.” Jawab Uky dengan penuh keyakinan
“Baik mas.” Jawab si penjaga Toko
“Emangnya ukuran jarinya sama to Ky ?? nanti kalo kekecilan gimana ?? jariku kan kecil.” Tanya Maha heran
“Udah gpp, diem ahh jangan bawel Maha.” Jawab Uky mulai geram
Setelah cincin sudah ditangan,Uky mengajak Maha kesebuah Taman. Taman
yang sewaktu itu sudah agak ramai dengan pedagang-pedagang asongan yang
terlihat mulai mejajakan dagangannya, terlihat pula pasangan suami istri
yang tengah asyik bercengkrama dengan anak mereka.
Uky memilih tempat duduk didepan air mancur dan kumpulan bunga yang
tengah mekar. Uky pun mencoba memulai percakapan dengan raut muka
serius.
“Maha,,,”
“Ya Ky, kenapa ??” jawab Maha heran. Tak biasanya Uky memanggilnya seperti ini
“Kamu tau nggak filosofi kenapa Cincin kawin itu dipasang di Jari Manis ??” Tanya Uky dengan nada serius.
“Hmm
apa ya ?? mungkin karena Jari Manis, Manisnya akan dikenang sampai
akhir hayat. Hehe ngaco.. emang apaan ky ??” Maha berbalik bertanya
“Hmm
sekarang coba kamu satukan tangan kamu. Kamu tekuk jari tengah kamu
kedalam. Coba kamu lepas Ibu jari kamu ! bisa kan ?? Ibu jari ini
diibaratkan sebagai orang tua kita yang suatu saat nanti pasti akan
pergi meninggalkan kita. Nah, sekarang coba kamu lepas jari telunjuk
kamu !! bisa juga kan ?? jari telunjuk ini ibarat kakak-kakak dan
adik-adik kita yang suatu saat juga akan pergi ninggalin kita, mereka
pasti akan punya keluarga baru bersama suami dan istri mereka. Dan
sekarang, coba kamu lepaskna jare kelingking kamu!! Bisa juga kan ??
jari kelingking ini ibarat anak-anak kita kelak, mereka juga suatu saat
kelak akan pergi meninggalkan kita. Meraka juga akan punya kehidupan
baru bersama suami dan istri mereka. Yang terkakhir, coba kamu lepas
jari manis kamu.. susah bukan ?? bahkan cenderung tak bisa dilepas, jari
manis ini ibarat pasangann hidup kita, suami atau istri kita nanti. Dia
lah yang nantinya akan menemani kita sampai kita menghembuskan nafas
terakhir Maha." Jelas Uky panjang lebar tinggi dan luas hehehe
“Ilmu yang bermanfaat .. makasih Ky.” Maha tersenyum manis
“Iya
sama-sama Maha. Dan kini, aku mau kamu memakai ini dijari manismu.” Uky
merogoh saku nya dan mengambil cincin yang tadi ia beli bersama Maha
“Jangan bercanda ihh Ky. Nggak lucu taukk.” Maha mencoba mencari kejelasan dari semua ini
“Maha, apa aku terlihat seperti sedang bercanda??” tanya Uky dengan tatapan yang belum pernah Maha liat seserius itu.
“Tidak.” Jawab Maha tertunduk
“Nah, itu sudah tau.”
“Tapi Ky, kenapa secepat ini??” Tanya Maha heran
“Apa waktu satu tahun kurang untuk kita saling mengenal Maha ??” Uky balik bertanya
“Apa kamu tak mau pacaran atau taarufan dulu Ky ??” Maha kembali bertanya
“Buat
apa pacaran kalo hatiku, keluargaku sudah yakin dan setuju sama kamu
Maha.” Uky mencoba meyakinkan Maha dengan tatapan yang semakin dalam
Maha hanya diam, tak bisa berkata apa-apa. Hatinya tengah berbunga, rasanya ingin ia berteriak betapa bahagianya dia sekarang.
“Maha, kenapa diam ??”
“Maha, Will you marry me ?? ....
-----------------------THE END-----------------------
*CMIIW (Correct Me If I Wrong) yya
Komentarnya ya guys :)